Jigging – The real sport fishing

  Ngurah   12 December, 2005

Pada tanggal 12 Mei 2005 lalu, Formasi menggelar acara Anglers get Together di gedung Bank Indonesia. Pada acara tersebut ada 4 pembicara yaitu H.M. Ismeth, Adhek Amerta, Kornelius dan Indra Pattiasina. Para pakar mancing itu menyebut mancing jigging sebagai the real sport fishing atau mancing yang benar penuh unsur olahraga. Berikut ini adalah makalah jigging yang disampaikan oleh H.M. Ismeth.

 

APA ITU JIGGING?
Jigging adalah memancing ikan di kedalaman dengan dengan mempergunakan metal jig (lure, red. umpan buatan) sebagai pengganti live bait (red. umpan hidup) dan digerakkan secara vertikal (Move up and down in quick, jerky way, AS Homby, Oxford Advanced Learners Dictionary of Current Englis, 1983: p456).

 

PERALATAN JIGGING
Metal jig, ril, kenur, kenur lider/tali pandu, swivel (kili-kili) dan split ring, kail, gimbal (sabuk ajar).

  1. Metal jig/umpan (lure)
    Biasanya disesuaikan dengan kemampuan joran/rod yang digunakan, kedalaman dari lokasi dan kuatnya arus di lokasi. Warna tidak banyak berpengaruh, yang penting mudah dilihat/menarik perhatian ikan. Makin dalam kita jigging sebaiknya menggunakan umpan yang berwarna terang/berpendar ( fluorescence).
  2. Ril: Spinning reel, bait caster.
    Spinning reel :
    Biasanya digunakan yang mempunyai ratio gear yang rendah agar tidak terlalu berat pada saat menggulung sehingga mania mancing tidak cepat merasa lelah.

    Bait caster :
    Berlawanan dengan spinning reel. Karena umumnya diameter spoolnya kecil dan tangkai handlenya pendek, maka dipakai yang ratio gear tinggi agar gerakan/action umpan tetap kelihatan hidup.

  3. Line: Braided (PE), monofilament
    Masing-masing jenis tali mempunyai kelebihan dan kelemahan sendiri
  4. Joran (rod)
    Tidak ada ketentuan pasti mengenai panjang rod jigging. Biasanya 5-10 feet. Makin panjang rod, action umpan makin bagus, hanya saja lebih melelahkan, terutama saat memainkan umpan-umpan berat atau fight dengan ikan yang bandel. Semakin pendek rod, dapat menghemat stamina dan lebih mudah waktu menghajar ikan.
  5. Leader line/tali pandu
    Biasanya dipakai shock leadermonofilament dengan kekuatan 1,5 sampai dengan 2 x kekuatan main line. Tujuannya: * Mengurangi resiko putus apabila terjadi gesekan pada batu karang ataupun dinding kapal. * Memudahkan wireman/crew mendaratkan ikan. * Mengurangi daya hantar yang terjadi saat strike. * Umumnya panjang leader 6-10 m.
  6. Swivel dan split ring
    * Memudahkan pemancing mengganti umpan tanpa harus memotong tali pandu/leader line. * Mengurangi gerakan melintirnya umpan pada saat dimainkan.
  7. Kail (hook)
    Penggunaan ukuran dan pemasangan kail sangat menunjang kesuksesan pemancing. Pada awalnya jigging menggunakan treble hook di bawah, kemudian berkembang dan saat ini jarang treble hook dipergunakan lagi karena resiko menyangkut di karang sangat tinggi.Sekarang lebih banyak menggunakan 1 atau 2 singlehook dengan assist menggantung di kepala atau sampai pertengahan badan metal jig, biasanya dipakai live bait hook. Ukuran hook untuk assist disesuaikan dengan besar metal jig yang dipakai. Yang penting hook bisa bergerak bebas, tidak menempel/menggigit badan metal jignya. Bila ingin memakai hook di bawah, sebaiknya menggunakan circle hook agar tidak mudah tersangkut di karang.
  8. Gimbal/Sabuk ajar
    Bisa yang berpalang (seperti untuk trolling), bisa juga yang tanpa palang. Disesuaikan dengan dudukan joran yang dipakai.
  9. Sarung tangan
    Penggunaan sarung tangan sangat membantu terutama saat fight dengan ikan-ikan besar atau pada saat telapak tangan basah oleh keringat. Mengurangi resiko kecelakaan karena licin.

 

LOKASI JIGGING
Disesuaikan dengan ikan yang menjadi target. Misalnya pada laut yang mempunyai kontur dasar berkarang, target adalah grouper (kerapu), amberjack, ruby snapper, GT, dog tooth tuna.

  • Dari dasar 0 – 10 meter : Grouper (kerapu)
  • Dari dasar 0 – 30 meter : Amberjack
  • Dari dasar 0 – 50 meter : Dogtooth tuna.

Untuk Yellow fin tuna biasanya pada seputaran rumpon apung atau pada kumpulan lumba-lumba. Teknik ini efektif sampai dengan 100 meter dari permukaan laut.

 

JIGGING ACTION

  • Fast jerking. 1 : 1, artinya satu kali angkat joran diimbangi dengan satu gulung.
  • Slow jerking. 1 : 2, artinya satu kali jerking dua kali gulung.
  • Long jerking. 1 : 3, artinya satu kali jerking panjang diimbangi 3 kali gulung.

Setiap angler bebas berimprovisasi, makin banyak mempunyai variasi makin besar peluang untuk mendapat ikan. Untuk jenis ikan yang sama di lokasi yang sama dengan kondisi arus berbeda bisa sukses dengan gaya yang berbeda dari sebelumnya.

 

WAKTU JIGGING
Hampir setiap saat jigging bisa dilakukan, tergantung kondisi arus di lokasi tersebut. Pada hari ke-9 sampai dengan 12 sesudah purnama atau bulan mati biasanya waktu jigging bisa lebih panjang karena pada saat itu pasang surut tidak terlalu tinggi. Arah dan kecepatan angin juga memegang peranan penting, karena turut mempengaruhi cepat lambatnya laju hanyut kapal. Kecepatan hanyut kapal 1 – 2 knot cukup ideal untuk jigging. Kadang-kadang adanya 2 sampai 3 arus dengan arah yang berbeda menyulitkan kita jigging, meskipun hanyutnya hanya 1 – 2 knot.

 

DRAG
Pengaturan kekuaran drag biasanya disesuaikan dengan piranti dan target yang dicari. Untuk monster atau ikan-ikan yang bandel seperti Amberjack, Dog tooth Tuna, Yellow Fin Tuna, drag yang terlalu kencang (> 7 kg) akan cepat menguras tenaga dan stamina pemancing. Cukup disetting 5 – 7 kg. Pemakaian drag tinggi sangat beresiko joran patah. Usahakan waktu fight posisi ketinggian joran tidak lebih dari 60.

 

MENCARI LOKASI JIGGING DAN POLA ARUS
Dalam pencarian jigging spot, alat Depth sounder dan GPS sangat diperlukan. Apabila sudah menemukan lokasi yang dicurigai, tandes, sea mount segera di ambil posisi koordinatnya dengan GPS.

Mulailah bermain di sana dengan berhanyut ria sampai sekitar 0,5 mil dari titik tersebut. Sering sang target jalan-jalan agak jauh dari rumahnya, terutama Amberjack dan Dog Tooth Tuna hingga mencapai 0,5 mil. Sepanjang jalan hanyutnya kapal bila terjadi strike, segera dicatat/direkam posisi tersebut, begitu seterusnya. Titik-titik ini dijadikan titik bantu pengenalan lokasi dengan arusnya.

Apabila tidak terjadi strike, cobalah sedikit bergeser dari titik utama sambil terus drifting. Teknik ini memudahkan kita mengenal pola arus di lokasi tersebut, karena setiap perubahan arus, maka strikepoint akan berubah.
(H. M. Ismeth)